Sekilas Kabar Pulau Terapung

 

Identitas Buku 

Judul buku                  :Sekilas Kabar  Pulau Terapung

Pengarang                   :Nur Urnoto El Banbary

Penerbit                       :Metamind

Tahun Terbit                :2015 

Jumlah Halaman          :310 halaman

ISBN                           :978-602-72097-5-6




Buku yang berjudul “Anak – Anak Pangaro” ini menceritakan tentang perjuangan sekelompok anak sekolah yang berpetualang dalam mengatasi kekeringan yang melanda pulaunya sendiri. Mereka saling bekerja keras dan bergotong royong dalam membingkai asa demi melihat Pulau Terapung menemukan kehidupan, keindahan, dan kedamaiannya kembali. Yaitu kehidupan yang pangaro, layaknya semangat juang para penghuni Pulau Terapung dalam merindukan keteduhan di tanah kelahirannya.

Mengenai bab 1 pada buku ini yang berjudul “Kabar Pulau Terapung” menceritakan mengenai kabar tentang Pulau Terapung yang kini dilanda kekeringan karena hujan yang enggan turun dan air sumur mulai kering satu perstu. Hal ini membuat Ummi bersedih hati dan mengkhawatirkan keadaan pulau dimana tempat ia dilahirkan itu.

Ummi Salamah adalah nama seorang perempuan yang diberikan oleh seorang ayah yang memiliki harapan agar anak tersebut menjadi pangaro (perempuan yang dikaruniai banyak keberuntungan). Perempuan yang dapat memberikan kebahagiaan pada siapapun. Perempuan yang dapat memberikan inspirasi, dan dapat menimbulkan efek positif bagi lingkungan dan sekitarnya. Serta menjadi perempuan yang berguna dan memberikan rahmat bagi semesta alam.

Kini Ummi Salamah sudah menginjak kelas 3 Madrasah Aliyah di kota daratan Madura yang dikelola Yayasan Pesantren Nurul Iman. Ia memiliki adik bernama Miftahul Umam yang masih kelas lima Sekolah Dasar dan adik bungsu bernama Khairul Arifin yang masih kelas tiga Sekolah Dasar. Sudah 6 tahun ia meninggalkan pulau Terapung dengan dua alas an. Alasan pertama yaitu karena di pulau tersebut tidak ada sekolah lanjutan pertama dan sekolah lanjutan atas. Alasan kedua yaitu ia ikut ibunya merantau, bekerja mencari nafka untuk membiayai sekolah, biaya kedua adiknya, dan biaya untuk bertahan hidup lantaran ayahnya yang telah meninggal dalam kecelakaan laut 8 tahun silam. Hidup tanpa seorang ayah membuat ia dan ibunya berubah. Terkadang ibunya menjadi ibu rumah tangga yang sangat lembut dan ramah, selain itu pula ibunya berubah menjadi pria perkasa saat bekerja serabutan demi kelangsungan hidup. Terkadang pula menjadi tukang cuci, pemulung sampah. Keadaan itu mengubah perempuan tersebut menjadi dewasa sebelum waktunya. Saat ini ia tinggal di sebuah rumah kosong karena rumah terebut sudah ditinggalkan pemiliknya ke Jakarta. Letak rumah tersebut berada di pinggiran kota  dan lumayan jauh dari jalan raya. Ummi Salamah dan keluarga merasa beruntung karena ia dan keluarga tidak perlu menyewa rumah , hanya saja ibu Ummi Salamah hanya membayar uang listrik . Disinilah ia dan sekeluarga merasa bersyukur kepada Allah, karena telah memberikan kemurahanNya kepada keluarga Ummi Salamah meskpiun tanpa adanya seorang ayah.

Berawal dari Ummi Salamah yang  merasa rindu dengan pulaunya sehingga ia menceritakan mengenai pulaunya yang dahulu terkenal dengan keindahannya. Saat Ummi Salamah masih kecil , teman teman sekolahnya sering menyebut pulau itu dengan sebutan “Pulau Terapung”. Karena jika dilihat dari kejahuan pulau tersebut terlihat seperti mengapung di atas lautan. Mereka sebagai anak pulau terpesona dengan panorama keindahan pemandangan yang membuat mata indah,sejuk,dan menyenangkan.Pulau Terapung terletak di Selat Madura. Pulau itu mempunyai nama peta: Pulau Raja. Nama asli yang sering disebut orang orang pulau, yaitu Giliraja. Nama Pulau Raja punya cerita sejarah yang cukup panjang. Cerita keindahan Pulau Terapung di atas terjadi ketika ia mash duduk di bangku kelas 4, yang mana ia dan teman-teman sepermainannya ikut ayahnya melaut dan melihat keindahan yang mengagumkan di Pulau Terapung, tidak hanya itu burung burung kutilang bernyanyi setiap hari. Sepanjang liburan musim kemarau ada beberapa amacam kesenian hiburan yang ditampikan di kampong. Hiburan itu bernama Karapan Sapi, dimana sapi-sapi kuat yang berlari dengan secepat kilat . Sapi sapi tersebut dapat berlari cepat karena dicekoki jamur telur ayam kampung yang dicampur dengan tumbuhan kunyit, gula aren, kencur, dan tanaman lain yang mengandung kalori dan protein. Pakan dari sapi-sapi tersebut adalah daun mimba yang pahit dan menguatkan otot-otot sapi itu sehingga menjadikan sapi-sapi pulau sekuat baja, dan sekencang angin.Selain Karapan Sapi, orang pulau mempunyai hiburan lain dimusin kemarau yaitu, ludruk atau biasa disebut dengan ketoprak. Di desa terdapat 2 kesenian ketoprak yang terkenal, yaitu Ketoprak Remaja Harapan dan Ketoprak Bintang Karya. Sepanjang musim kemarau orang – orang pulau terpana dengan kesenian ketoprak. Burung kelicap berlompatan dari setiap dahan-dahan yang basah. Dan burung perkutut menjadi buruan para orang tua. Akan tetapi pada zaman sekarang  keindahan tersebut sudah lain ceritanya. Tumbuh –tumbuhan enggan untuk bertunas, air minum susah didapat, hewan hewan piaraan menjadi kurus, banyak penyakit yang menyerang penduduk, dan kematian mengancam di mana-mana.

Seminggu lalu, Subaida. sahabat Ummi Salamah memberi kabar mengenai keadaan Pulau Terapung saat ini.Subaida sangat merindukan Ummi Salamah. Karena sudah 6 tahun mereka tidak bertemu. Subaida berharap kelas Ummi Salamah pulang ke Kampung nanti ia akan disambut oleh teman-teman layaknya orang baru. Subaida juga berpesan bahwa Ummi Salamah tidak usah mengkhawatirkan tentang air di kampong, karena Ayah Subaida telah membuat penampuangan air yang sangat besar, sehingga dapat dipakai hingga musim penghujan turun kembali. Subaida sangat merindukan Ummi Salamah sehingga Subaida menuliskan nomor ayahnya agar ia dapat berbincang bincang dengan Ummi Salamah, mendengar suara Ummi Slamah , dan membicarakan kabar kabar mengenai pulau saat ini. Di surat ituIa merasa gelisah, gelisah karena memikirkan kehidupan dan keadaan teman-teman, saudara-saudara, bahkan warga pulaunya yang sedang berjuang mempertahankan kehidupannya.  Pulau Terapung kini mengalami kekeringan sumber mata air. Dugaannya 8 tahun lalu mengenai Pulau Terapung terbukti. Air sumur telah menjadi surut, kering seperti diserap. Kesenian yang berada di Pulau Terapung pun ikut mati. Ia hanya bisa berharap kepada Tuhan agar dapat mengembalikan kejayaan Pulau Terapung seperti masa silam sehingga para penduduk Pulau Terapung dapat bercocok tanaman dan menikmati keseniannya kembali. Penderitaan Pulau Terapung semakin parah, tidak ada media yang memberitakan bencana yang berada di Pulau Terapung. Bahkan radio pun hanya menyiarkan omong kosong, atau berita bencana ini tak seheboh berita politik di luar sana. Ia berharap jika berita tentang Pulau Terapung kini menjadi berita nasional, mungkin presiden akan menyalurkan bantuannya meskipun hanya seratus ribu untuk setiap kepala keluarga. Kota dengan rutinitasnya yang tak berseni, jarang ada pertunjukkan ketoprak ataupun karapan sapi. Ia selalu menggerutu ketika sudah lenyapnya segala kesenian dan nilai budaya di kota. Karena telah kalah dengan budaya barat. 

Berita mengenai Pulau Terapung saat ini benar benar menghantui pikiran Ummi Salamah dan menjadi pelengkap atas penderitaannya. Tak lupa ia mengabari mengenai kabar Pulau Terapung kepada ibunya. Ibunya pun langsung beristighfar dan merasa sedih. Namun mulut ibunya selalu mengalir kalimat istighfar berharap kepada Allah agar menumpahkan segala rahmatNya untuk BumiNya yang sedang mati itu. Di dalam surat tersebut terdapat nomor Subaida, teman Ummi Slamah. Ummi Salamah segera mengambil uang untuk menelfon sahabatnya itu. Ummi Slamah pergi ke rumah tetangganya yaitu pak Musa. Ia pergi kerumah tetangganya karena ia tidak memiliki handphone, dan tetangga yang dapat diminta batuan hanya pak Musa. Maka dari itu, ia membawa uang untuk mengganti pulsa. Selama hidupnya, baru pertama kali ia memegang sebuah benda mungil yang sering banyak ia lihat di tangan teman-temannya yang mampu membelinya yaitu handphone. Sudah lama Ummi Salamah juga menginginkan sebuah handphone agar dapat berkomunikasi dengan keluarga yang ada di pulau terasa mudah dan lancar. Akan tetapi, ia menyadari bahwa keinginannya untuk memiliki handphone hanyalah mimpi belaka dan tidak akan datang dalam waktu sekejap. Benda mungil dan canggih itu terlihat terlalu mahal dimata Ummi Salamah. Ia yakin bahwa suatu hari nanti ia pasti akan memilikinya , mungkin saat ini Allah belum menakdirkan ia untuk memiliki handphone karena ia mengerti bahwa Allah ingin ia rajin belajar dan agar tidak disibukkan dengan handphone itu dan agar ia juga tidak lalai dengan kewajibannya. Ia mengalami kebingungan sejenak, akhirnya ia bisa memasukkan nomor sahabatnya yaitu Subaida. Tulalit. Nomor Suabida tidak dapat dihubungi karena nomor yang tertera di surat tersebut ternyata sudah tidak aktif . Mungkin bisa jadi baterainya habis karena belum di charging.Karena pada siang hari, jaringan listrik di Pulau Terapung masih langka. Hanya beberapa rumh saja yang dapat menyambungkan kabel listriknya ke mesin diesel Pak Haji.  

Ummi Salamah mengeluh kepada pak Musa perihal handphonenya yang mati, akan tetapi pak Musa malah menggerutu agar Ummi Salamah tetap membayarnya. Yah pada kahirnya uang seribu pun harus dikeluarkan dari kantong sakunya. Ia kesal, lantaran orang kota mementingkan uang daripada kemanusiaan. Ia pun segera bergegas  pergi. Sesampainya di rumah, ibunya berusaha untuk mendamaikan hatinya agar bisa mengikhlaskan uang seribu tersebut. Lalu ia -menghela nafas sedalam-dalamnya berusaha untuk melapangkan dada .Ummi Salamah membandingkan keadaan kota dengan pulaunya, dimana jikalau ia dapat meminjam di kampung pasti akan serba gratis, karena orang kampung lebih menghargai kemanusiaan dan persaudaraan.Budaya Madura pun sudah tidak berlaku di kota. Sikap orang kota yang jarang peduli dengan tetangga sendiri, orang kota yang pekerja keras dengan otaknya yang berisi dengan hitungan nominal uang, tolong menolong pun harus berbayar, tidak ada yang gratis. Semua tentang kota ini akan Ummi Salamah kemas dalam satu cerita, kelak ketika ia sudah menyelesaikan pendidikannya di kota, ia akan membagikan ceritanya tentang kota ini untuk dibaca orang-orang kampung. Dan ia juga berjanji suatu saat nanti ia akan memerdekakan Pulau Terapung dari penderitaan.

Penasaran dengan kelanjutan cerita menganai bagaimana cara Ummi Salamah memerdekakan tanah kelahiranya? Apakah Ummi Salamah dan kawan-kawan berhasil menyelesaikan misi menyelamatkan bumi?. Silahkan baca lengkap novel mengenai kisah “Anak-Anak Pangaro” yang dapat anda temukan di perpustakaan SMA AL HIKMAH Surabaya.

 

 

 




Komentar

  1. Cerpen berjudul “Sekilas Kabar Pulau Terapung” mengisahkan tentang Ummi Salamah, seorang gadis yang terpaksa beranjak dewasa sebelum waktunya sepeninggalan Ayah-nya. Ia yang saat itu masih duduk di bangku SD, harus bisa bertahan dengan Ibu-nya. Ibu yang begitu lemah lembut, tetapi berubah menjadi pria perkasa ketika beliau harus kerja serabutan demi sesuap nasi. Saat itu, Ummi Salamah dan ibunya tinggal di sebuah rumah kosong di pinggiran kota, karena ditinggalkan pemiliknya ke Jakarta. Ummi Salamah dan keluarga beruntung, tidak perlu membayar sewa. Disinilah ia dan sekeluarga merasa bersyukur kepada Allah, karena telah memberikan kemurahanNya kepada keluarga Ummi Salamah meskpiun tanpa adanya seorang ayah. Tetapi, sekian waktu telah berjalan, tentu membuat Ummi Salamah merasa rindu dengan kampung halamannya, yang ia sebut Pulau Terapung. Hancur hatinya ketika ia mendengar bahwa keadaan Pulau Terapung sedang tidak baik-baik saja. Ia dan ibunya terus mengirimkan doa untuk rumah pertama mereka,

    Cerpen ini dibuat dengan runtut, penulis banyak menuliskan detail-detail tambahan sehingga pembaca bisa membayangkan dan memahami cerita dengan baik. Suasana dan perasaan tokoh, serta latar cerita tergambar jelas sehingga tentu pembaca tidak akan sulit mencerna cerita tersebut.

    Namun, di balik kelebihan-kelebihan ini, ada beberapa kekurangan dari cerpen ini. Yang pertama pembagian paragraf yang begitu banyak, sehingga mungkin pembaca dapat merasa kelelahan untuk membacanya. Kemudian, layout cerpen kurang rapi.

    Cerpen ini akan menjadi lebih baik kalau penulis memperbaiki layout cerpen, dengan meratakan paragraf agar lebih mudah dilihat, dan mungkin banyak memotong kalimat agar paragraf tidak terlalu banyak sehingga pembaca dapat lebih nyaman membacanya.

    Penulis: Alya Shaina Noerhudha / 02 / XII MIPA 5

    BalasHapus

Posting Komentar